GENERASI RABBANI

Kalimah Rabbani digunakan oleh Syeikh Said Hawa dalam satu risalah kecilnya “إحياء الربانية” (Menghidup kembali generasi Rabbani)[1] bagi menggambarkan generasi yang akan menyelamatkan Islam pada masa kini. Beliau berpandangan, hanya generasi Rabbani yang mampu diharapkan untuk mengembalikan kegemilangan Islam di zaman moden ini setelah sekian lama ia mengalami keruntuhan.

Siapakah generasi Rabbani ?

 Pengertian bahasa

Kata ربّاني jamaknya ربانيّون / ربّانيّين . Kata ini menurut Abu Ubaied dalam Ibnu Al-Jauzi ( I: 413), bukan dari bahasa Arab tapi bahasa ‘Ibraniyyah atau Siryaniyyah, Karena menurutnya Bangsa Arab tidak mengetahui kata Rabbani , Mereka hanya tahu الفقهاء و أهل العلم , / orang faqih dan ahli ilmu.

Ibnu al-Anbari dalam Ibnu al-Jauzi ( I: 413) menyebutkan pendapatnya menurut Ahli Bahasa, bahwa kata Rabbani itu asalnya dari kata الربّ , kemudian dimasuki huruf Alif dan Enun ( ان ) untuk menunjukan makna mubalaghah, yaitu berlebih / superlatif.. Sama seperti kata لحية = jenggot, menjadi لحياني yang berjenggot tebal. Kata شعر = rambut, menjadi شعراني = orang yang berrambut tebal. Maka kata rabbani artinya ‘ orang yang ma’rifah kepada Allah, berpegang tegung pada agama Allah dan selalutaat padanya.’

Di dalam Fath al-Baari ( I: 162 ) disebutkan kata ربّاني dinisbatkan pula pada kata التربيّة / pendidikan . Maka Rabbani, berarti orang yang suka mendidik dan memeri makan orang lain dengan ilmu pengetahuan atau مربّي . Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Ibnu’Arabi dalam Fath al-Bari ( I: 162) yang menyebutkan لا يقال للعالم ربّاني حتى يكون عالما معلّما عاملا seseorang tidak dikatakan rabbani sehingga ia berilmu, dengan ilmunya itu ia ajarkan kepada orang lain dan ia pun mengamalkan dari ilmu yang ia ketahui.

Maka arti dari ‘ Insan Rabbani’ secara bahasa, ialah orang yang memiliki daya nalar dan daya fikir, beradab, bersahabat serta ramah dalam pergaulan, ma’rifah kepada Allah, berpegang kepada agama Allah dan selalu taat kepada-NYA, suka mendidik manusia, berilmu, mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya.

Rabbani dalam Alquran

Di dalam Alquran kata ربّاني disebut dalam tiga ayat, dua kali dalam bentuk rafa, yaitu dalam al-Maidah : 44 , dan 63, dan satu kali dalam bentuk nashab, yaitu dalam Ali Imran: 79.

Pertama. Dalam al-Maidah : 44, dijelaskan Allah tentang Rabbani Bani Israel yang shalih, mereka menghukumi orang-orang Yahudi dengan Kitab Allah yaitu Taurah di saat tidak ada nabi pada mereka. Dan Rabbani itu diperintanh Allah untuk menjaga kemurnian kitab, dan mereka menjadi saksi atas kebenaran al-kitab itu. Hal ini seperti Abdullah bin Salam.( Al-Maraghi: II: Zuj , 6 124)

إنا أنزلنا التوراة فيها هدى و نور يحكم بها النبيّون الّذين أسلموا للذين هادوا و الربّانيّون و الأحبار بما استُحفظوا من كتاب الله و كانوا عليه شهداء. المائدة : 44

Secara tekstual dari ayat di atas dapat diambil pemahaman bahwa Rabbani itu antara lain ialah orang yang bersaksi atas kebenaran kitab Allah, menjalankan isinya, serta menjaga keutuhannya.

Kedua. Dalam Al-Maidah : 63, dijelaskan Allah tentang Rabbani itu , yaitu berkaitan dengan teguran Allah terhadap orang Rabbani dari bangsa Yahudi, yaitu pemimpin mereka dalam tarbiyyah dan siasah, juga Ulama al-Dien / ulama ahli agama, yang membiarkan orang-orang Yahudi berbuat dosa, permusuhan dan makan yang haram. Seharusnya mereka rabbani itu melakukan Amar ma’ruf nahhi munkar , sehingga mereka itu tidak berbuat demikian ( Al-Maraghi : II :Zuj 6 :,150 )

لو لا ينهاهم الربّانيّون و الأحبار عن قولهم الإثم و أكلهم السحت لبئس ما كانوا يصنعون

Dari ayat ini, secara tekstual dapat diambil pemehaman, yaitu rabbani yang dikehendaki Allah ialah orang yang berbuat Amar ma’ruf nahyu munkar, yang peduli terhadap lingkungannya.

Sosok rabbani , yang suka melakukan Amar ma’ruf Nahyu Munkar, sangat diperlukan dalam jaman manapun, sekarang atau yang akan datang. Nabi bersabda :Dimana pada suatu masa akan muncul; perempuan suka membantah, para pemuda cendrung pada kejelekan, dan orang meninggalkan perjuangannya / jihad. Sahabat bertanya ; apakah hal itu akan terjadi. Sabda nabi, yang lebih dari itu akan terjadi, yaitu ‘ orang meninggalkan amar ma’ruf nahyu munkar’, Sahabat pun bertanya lagi seperti pertanyaan pertama. Nabi menjelaskan , yang lebih dari itu juga akan terjadi , yaitu ‘ orang memandang dengan pemandangan yang salah, mereka melihat ma’ruf di pandang munkar, dan munkar dipandang ma’ruf. Sahabat bertanya lagi seperti pertanyan semula, dan nabi menjelaskan lagi, yang lebih dahsyat dari itu akan terjadi, yaitu ‘ orang berbalik perbuatannya menyuruh kepada yang munkar dan melarang kepada yang ma’ruf. Dan setelah itu akan terjadi fitnah. Dan orang yang tahan
uji menjadi bingung.Ini diungkapkan dalam hadits riwayat Abi Dunya, dan Abi Ya’la, yaitu:

قال رسول الله صلعم كيف أنتم إذا طغت نساءكم و فسق شبّانكم و تركتم جهادكم ؟ قالوا و ان ذاك لكائن ؟ قال : نعم, و الّذي نفسي بيده و أشدّ منه سيكون. قالوا : و ما أشدّ منه يارسول الله ؟ قال: كيف أنتم إذا تركتم الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر, قالوا و كائن ذالك ؟ قال : نعم و الّذي نفسي بيده و أشدّ منه سيكون , قالوا و ما اشدّ منه يا رسول الله ؟ كيف انتم إذا رايتم المعروف منكرا و المنكر معروفا , قالوا و كائن ذلك ؟ قال : نعم و الّذي نفسي بيده و أشدّ منه سيكون, قالوا و ما أشدّ منه ؟ قال: كيف أنتم إذا أمرتم بالمنكر و نهيتم عن المعروف, قالوا و كائن ذلك بارَ ؟
قال: نعم و الّذي نفسي بيده و أشدّ منه سبكون, يقول الله تعالي بي حلفتُ لأتيحنّ لهم فتنةً يصير الحليمُ حيران. ( أبي الدنيا , أبي يعلي عن أبي أمامة الباهلي)

Kitab, dan تعليم الكتاب mengajarkan Kitab serta mempraktekannya dalam kehidupan sehari –hari, dengan cara itu orang akan sampai pada rabbani.

Dan Al-Thabari ( III, 324) antara lain menjelaskan, Rabbani itu orang yang senantiasa memberi santapan (pelajaran) kepada manusia dengan bijaksana serta mendidiknya. Dan Ia pun menyebutkan pendapat Ibnu Qutaibah, ربّاني orang berilmu yang disibukan dengan mengajar.

Di dalam sebuah hadits Nabi disebutkan :

و قال النبي ص : من يرد الله به خيرا يفقّهه و إنما العلم بالتعلّم. و قال ابن عباس : كونوا ربّانيّين حلماء فقهاء . و يقال : الربّاني الّذي يربّي الناس بصغار العلم قبل كباره. أخرجه ابن أبي عاصم ( فتح الباري : 1 ,126

Nabi bersabda, siapa yang dikehendaki Allak pada kebaikan, Ia menjadikannya Faqih ( faham), dan hanyalah ilmu itu (diperoleh) dengan belajar. Ibnu Abbas berkata, jadilah kamu orang Rabbani yang sabar murah hati dan yang faqih. Dan dikatakan Rabbani itu yang suka mendidik manusia mulai dari yang kecil lalu pada yang besar. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim. ( Fath al-Bari : I,162 )

Secara konteks hadits di atas berkenaan dengan perintah menjadi Insan rabbani, Insan rabbani di sini ialah orang yang mendidik manusia, memberi santapan pada mereka dengan ilmu pengetahuan , mulai dari masalah yang kecil / mudah difahami kemudian berpindah kepada masalah yang besar yang sulit dipahami.

Dengan memperhatikan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan Rabbani dalam Ali Imran 79, antara lain dimaksudkan, orang yang membaca, mempelajari Kitab dengan memahami isi dan kandungannya ( دراسة الكتاب ), kemudian mengamalkan, serta mengajarkannya kepada manusia ( تعليم الكتاب ) dengan metoda induktif / mulai dari yang kecil kemudian pada yang besar, selanjutnya Ia menjadi أهل التربيّة / مربّي pendidik.

Tersirat dalam ayat di atas, kita diperintah menjadi insan Rabbani, artinya diperintah untuk menyiapkan generasi pelanjut yang selalu belajar, haus ilmu pengetahuan, hingga Ia menjadi pengajar / معلّم yang selanjutnya menjadi pendidik / مربّي .

Dari ketiga ayat di atas secara konteks dapat dikatakan Insan Rabbani itu ialah orang yang bersaksi atas kebenaran kitab Allah, menjalankan serta menjaga keutuhannya, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, selalu mempelajari isi serta kandungan kitab, lalu mengajarkannya pada yang lain, serta menddiknya.

Rabbani dalam pandangan Mufassir
Para mufassir memberi penjelasan yang tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain dalam arti Rabbani. Antara satu pendapat dengan yang lainnya dapat dijadikan sebagai penambah jelas terhadap apa yang dimaksud dengan Rabbani. Pendapat-pendapat tersebut antara lain :

1) At-Thabari (IV : 249 ) menyebutkan, Rabbani ialah orang yang berpengetahuan, arif bijaksana, pandai mengatur urusan manusia dan melakukan kebajikan. العلماء الحكماء البصراء بسياسة الناس و تدبير امورهم و القيام بمصالحهم Dan pada bagian lain At-Thabari ( III : 324 ) menjelaskan, mereka para pemimpin dalam ma’rifah kepada Allah, melaksanakan perintah serta menjauhi larangannya, dan pemimpin dalam ta’at serta ibadah kepadanya karena mereka lah yang mengajar al-Kitab serta mempelajarinya, sehingga mereka itu menjadi ahli tarbiyyah.

رؤساء في المعرفة بأمر الله و نهيه و أئمّة في طاعته و عبادته بكونهم معلّمي الناس الكتاب و بكونهم دارسيه أنهم صاروا أهل التربيه

menyebut 5 kriteria syarat seorang hamba bisa disebut Hamba Yang Rabbani jika ia :

1. ‘Alim, ( berpengetahuan ) mendalam, senantiasa belajar dan tak kenal henti; mendalamkan & meluaskan. Sang ‘Alim tak mendikotomi ilmu jadi duniawi-agamawi; tapi mengkaji dan mendalami semua cabang Ilmu, Karena semuanya ilmu Allah untuk kemaslahatan Umat )

2. Faqih, ( Jangan hanya menjadi perbendaharaan ilmu, Tapi Juga Aplikasikan dan amalkan Ilmu, serta fahami juga interaksi ilmu dan realita )

3. Bashirun bis Siyasah ( Melek Politik / Memiliki Daya Saing dalam berdakwah, Fahami Politik agar tak terbudak, luaskan ilmu keshalihan. Sebab politik menyentuh sisi terluas kehidupan komunal, insan ber ilmu jangan sampai rabun sampai tak sadar disalah gunakan oleh kejahatan )
,
4. Bashirun bit Tadbir ( melek manajemen. Para ahli ilmu hendaknya memahami pengelolaan resources. Bukan cuma soal perencanaan, penataan, pelaksanaan, & kendali; melainkan bagaimana mengelola hati dari sosok-sosok penuh potensi. Lihat misalnya pemberdayaan SDM: “Yang terbaik dari kalian di masa jahiliah akan jadi nan terbaik dalam Islamnya, jika memahami.”)

5. Al Qaim bi Syu’unir Ra’iyah li yushlihu Umura Dinihim wa Dunyahum ( terlibat aktif tegakkan urusan-urusan kerakyatan tuk memperbaiki perkara agama maupun dunia mereka. Ahli ilmu harus berjuang. Asas utama langgengnya nilai & tatanan -baik kebaikan maupun kejahatan- adalah kebermanfaatan nan dirasakan kaum luas (QS 13: 17). Sebab kejahatan sering tersamarkan oleh keberhasilan yang diraihnya, ahli ilmu harus tak sekedar sukses, melainkan jua bermanfaat luas. )

2) Ibnu Al-Jauzi ( II: 364) menyebutkan, mereka itu orang Fakih, ahli ilmu, para pemimpin. الفقهاء العلماء الولاة

Dalam bagian lain Ibnu Al-Jauzi ( I : 413 ) ialah mereka yang suka memberi santapan kepada manusia dengan ilmu / hikmah, serta mendidiknya.

هم الّذين يغذّون الناس بالحكمة و يربّونهم عليها

3) Muhammad Mahnud Hijazi ( I ; 246 ) menyebutkan, Rabbani itu yang berpegang teguh pada agama Allah serta taat kepadanya dengan sebenar-benarnya, mereka mengajarkan al-kitab pada orang lain serta mengkaji dan mempelajarinya

متمسكين بالدين مطيعين لله أتمّ طاعة بسبب كونهم يعلّمون الكتاب و يدرسونه و يتعلّمونه

4) Al-Maraghi ( I:195 ) menyebutkan, mereka itu orang berilmu mengenal Allah, dan selalu taan kepadanya عالم به مواظب على طاعته

Dan pada bagian lain Al-Maraghi ( II : 15 ) mengatakan, yaitu mereka para pemimpin pendidikan dan politik serta ulama dalam agama

أئمّتهم في التربيّة و السياسة و علماء الدين

Dengan memperhatikan pendapat dari para mufassir di atas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa rabbani itu orang yang berma’rifah / bertauhid kepada Allah, berpegang teguh pada agama, selalu taat kepada Allah, faqih, ‘alim, arif bijaksana, selalu mengkaji ilmu / kitab, mengajarkan ilmu, mendidik manusia dan melalukan amar ma’ruf nahi munkar.

Leave a comment