MACAM TILAWAH

Tiwalah Al-Qur`an secara umum terbagi atas dua bagian:

1. Tilawatu Lafdhihi ( تلاوة لفظه ) ya`ni membaca Al-Qur`an dari segi lafadz-lafadznya; tahapan ini yang mesti dilalui bagi pemula (orang yang baru mengenal islam) atau pun anak-anak, yaitu mengenal atau mengetahui makharijul huruf (tempat-tempat keluarnya huruf melalui lisan) dan shifat-shifat huruf Al-Qur`an serta mempelajari hukum-hukum tajwid yang semuanya guna memperbaiki tilawah itu sendiri; Sebagaimana arti tajwid itu sendiri:Image
a. Tajwid secara bahasa: ( جود – يجود – تجويداً) Ma`nanya “Menata sesuatu dengan baik” atau (التحسين) “Membaguskan”.
b. secara Istilah: (هو تصحيح التلاوة بالقرآن الكريم) “Yaitu membenarkan bacaan dalam tilawah Al-Qur`an Al-Karim”. [Al-Halaqatul Qur`an. hal.78]

2. Tilawatu Hukmihi (تلاوة حكمه) ya`ni membaca Al-Qur`an dari segi hukum-hukumnya ; yaitu menela’ah kandungan Al-Qur’an itu sendiri dengan mempercayai khabar-khabarnya, mengikuti hukum-hukum yang telah Allah tetapkan, dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi seluruh larangan yang telah disebutkan di dalamnya, dan inilah tujuan utama diturunkanya Al-Qur`an. Firman Allah Azza wa Jalla.

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. [Shad: 29]

Demikianlah jalan yang ditempuh oleh para salafus Shalih, dan atas dasar inilah mereka mempelajari Al-Qur`an kemudian mereka mempercayai beritanya dan menerapkan hukum-hukumnya.

Abu Abdur Rahman As-Sulami rahimahullah berkata: “Telah berkata kepada kami orang-orang yang membacakan/mengajarkan Al-Qur`an kepada kami, yaitu Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas`ud serta yang lainya: “Sesungguhnya mereka (para sahabat) apabila mempelajari 10 ayat (Al-Qur`an) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menambahnya sehingga mereka mengetahui ilmu dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: “Maka kami mempelajari Al-Qur`an, ilmu dan amal semuanya”. (Ini adalah atsar yang shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (1/80-Syakir) dan beliau berkata: “Ini adalah sanad yang shahih, bersambung”.
Dan beliau menyatakan:

فتعلمنا القرآن والعمل جميعاً بدون لفظٍ “العلم”

Maka kami mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkan semua (kandungannya)”, tanpa ada lafadz “Al-Ilmu”

Dan di antara hikmah tilawah adalah sebagai sarana untuk memahami Al-Qur’an sehingga bisa meyakini beritanya dan mengamalkan kandungannya, kemudian akan menghantarkan kepada kebahagiaan dan keselamatan:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى {124} قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا {125} قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى {126} وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى

Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia:”Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat”. Allah berfirman:”Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari inipun kamu dilupakan”. Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih keka. [Thaha:123-127].

Sesungguhnya tilawah al-Qur’an adalah lebih afdhal (utama) daripada dzikir, dan dzikir lebih afdhal daripada do`a, hal ini dinyatakan oleh Al-Imam An-Nawawi di dalam kitabnya “Al-Adzkar” halaman: 101, beliau menyebutkan: “Seseungguhnya tilawah al-Qur’an itu lebih afdhal daripada dzikir-dzikir, dan di dalam qira’ah (tilawah) mempunyai adab-adab dan tujuan-tujuan.”

Oleh sebab itu, hendaknya kita (semua) sebagai thalibul ilmi, memperhatikan adab-adab dan menetapkan tujuan ketika hendak membaca Al-Qur’an; karena memang sesungguhnya al-Qur’an ini (adalah) yang kita baca, kita dengar, kita hafalkan dan kita tulis adalah kalam Rabb kita, Rabb semesta alam yang Maha Awal dan Maha Akhir. Al-Qur’an ini merupakan tali Allah yang sangat kuat, dan jalan-Nya yang lurus, serta merupakan dzikir yang penuh berkah dan cahaya yang terang. Inilah di antara sifat-sifat agung al-Qur’an, maka wajiblah kita mengagungkan dan memuliakannya. Apabila seorang hamba hendak membacanya maka janganlah dia meremehkannya dan janganlah sambil bermain-main.

Leave a comment